aku ingin bisa menterjemah
gerak daun yang tergantung di ranting letih
aku ingin bisa membaca
arti sebuah kata yang tertera di kaca bis kota
aku ingin bisa mengerti
malam yang rebah di punggung sepi
hari yang makin surut dan bibir yang habis kata
kamu, di mana, siapa
pekat tanpa lentera
gerak daun yang tergantung di ranting letih
aku ingin bisa membaca
arti sebuah kata yang tertera di kaca bis kota
aku ingin bisa mengerti
malam yang rebah di punggung sepi
hari yang makin surut dan bibir yang habis kata
kamu, di mana, siapa
pekat tanpa lentera
hanya sesak memenuhi rongga
dalam lorong dusta
berkali-kali melempar damba ke angkasa
melangkahkan rindu di antara subuh dan kilat senja
mengadu kala malam mendesah panjang
melambung jauh mencari arah mentari
di ruang kelam
ada kehilangan yang mengaduh pedih
tak mungkin bersandar terus pada angin
karena mentari menerbitkan satu kenyataan
bahwa aku harus terus berjalan
seribu pertanyaan menginginkan jawab
siapa menyapa kala fajar menyingsing?
siapa menari di atas panggung bayang-bayang?
siapa mengintip dalam pekat kabut pagi?
siapa berbisik pada angin di ujung senja?
siapa biarkan dirinya kehujanan dalam derasnya siang?
siapa biarkan dirinya kehujanan dalam derasnya siang?
siapa berkaca pada aliran sungai?
siapa pastikan bisa jawab siapa?
tak ada yang menyahut
hanya gerimis gaib yang terdengar lirih
pahit yang tersimpan dalam senyum kecut
melulur hati di kubangan lumpur
bukan aku?
tak ada jawaban
bersujud, bersimpuh
rapuh
Eli, Eli, lama sabakhtani…
hanya gerimis gaib yang terdengar lirih
pahit yang tersimpan dalam senyum kecut
melulur hati di kubangan lumpur
bukan aku?
tak ada jawaban
bersujud, bersimpuh
rapuh
Eli, Eli, lama sabakhtani…
No comments:
Post a Comment