June 20, 2008

Logging is Unsustainable. Full Stop.

[Aceh] Mangrove rehabilitation on the coast and “conservation coffee” in the mountains.

The replanting and rehabilitation of mangrove forests will supposedly benefit the communities. These local people can sow seeds of shrimps, crabs and fish among the mangroves and harvest them periodically.

How noble.

The reality is that many donors who provided funds for restoration work were being cheated. Many organizations just simply constructed a sign board next to an already growing mangrove field, titled “Mangrove Rehabilitation Project - XYZ Organization in collaboration with Such-and-Such Donor Company.” They emailed the picture to the happy donor. Then the next organization came and did the same. They simply replaced the previous sign board with a new one, which of course had their organization name on it.

Conservation coffee, on the other hand, is a popular term referring to coffee plantations that are shaded among forest trees. The forests are safe, the coffees are growing well, the coffee farmers are happy, the coffee producers are wealthy as hell and the coffee lovers pay Rp.30,000 for a cup of that coffee in a trendy urban cafĂ©. Everyone’s happy, including Mother Nature.

How noble.

The reality is that it is very, very, very, very, very rare that any plantation is established without clearing at least some area of the forests. Some people still stubbornly insist that this practice is okay. After all, the coffee plants will replace the lost trees and will also absorb carbon. Yes, but how much carbon did they release into the atmosphere when the original trees were cut down? And how much biodiversity is at stake?

Besides, we’re already short of trees! That’s why we’re experiencing global warming as we speak. We need to protect 100% of what’s left of them! In fact, we need to plant more. A LOT MORE! Don’t show me research results and GIS mapping of the so called “sustainable” areas for coffee or oil palm plantations. I don’t buy it! Leave my forests alone!

Logging is UNSUSTAINABLE. Full fucking stop.

In the next 24 hours, deforestation will release as much CO2 into the atmosphere as 8 million people flying from London to New York. Stopping the loggers is the FASTEST and CHEAPEST solution to climate change.” [Daniel Howden]

June 12, 2008

Money & Image

Everything in this country is about money...
and about money laundering...
and about image laundering...

Where are we going?
Nobody knows...

People destroy forests, sell the logs, convert the degraded land into plantations or roads or malls, make tons of money, take a tiny percentage of the profit to establish a foundation, then use the foundation to do "good deeds" socially and environmentally in order to build an image as if they care...

People bomb coral reefs and spray fish with cyanide, make tons of money, take a tiny percentage of the profit to establish a foundation, then use the foundation to do "good deeds" socially and environmentally in order to build an image as if they care...

People keep telling me that I need to be a little "lenient" and more "polite" when dealing with members of the government. Even when I want to argue or disagree with their obviously stupid policies and decisions, I have to do it carefully and diplomatically.

What the hell for? WHAT THE HELL FOR? The government people are civil servants. Let me repeat : THEY ARE SERVANTS! We use our tax money to pay them so that they can SERVE us!

God damn it!
Where are their brains?
Where are YOUR brains?
Nowhere?
No wonder...

Everything in this country is about money...
and about money laundering...
and about image laundering...

Where are we going?
Nobody knows...

June 09, 2008

HANYA KARENA KATA

[ Di Indonesia Surat Keputusan Bersama tiga menteri terkait keberadaan Jamaah Ahmadiyah, akhirnya diterbitkan hari Senin. Dalam surat itu, Menteri Agama, Jaksa Agung serta Menteri Dalam Negeri atas nama pemerintah menyatakan Ahmadiyah diminta menghentikan seluruh kegiatan penyebaran agama yang bertentangan dengan Islam. - dari http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2008/06/080609_ahmadiyah.shtml ]


betapa bodohnya negara ini

di balik semua keindahannya
negara ini...
hanya ruang kosong dan angin pagi
kita takut kepada momok karena kata
kita cinta pada cinta karena kata
kita bahkan percaya Tuhan karena kata

apa itu Islam?
hanya kata
tidak pernah dimengerti artinya
apa itu Tuhan?
hanya kata
tidak pernah diresapi maknanya

kosong...
semua terjadi hanya karena kata
nasib terperangkap dalam kata

bodoh
bodoh
BODOH!!!

bukannya FPI yang dibubarkan
malah Ahmadiyah yang kena batunya

bodoh
bodoh
BODOH!!!

semua hanya bersembunyi di balik kata
menenggelamkan diri tanpa sisa

bodoh
bodoh
BODOH!!!

hanya karena kata...

June 04, 2008

A Wish in the Rain

somewhere in the distance, deep in the corner of my soul
I could hear Javanese pentatonic orchestra vibrates harmoniously

hm… hm… hmmmm…
hm… hm… hmmmm…

coinciding with softly drizzling rain
circulating sound like a dance on the sand
I see a glimpse of your hair flying with the wind
no rules, no set of laws, just freedom
just the sky blowing a mystical feeling
following the airstreams, stumbling and tripping
landing on my heart as the sun burns my skin
Funny… I don't even mind
because the green forests call upon us
because the deep blue sea calls upon us
time flows, socializing with summer breeze
Where is the start? Where is the end?
Everything suddenly fuses into one
beyond illusion, beyond fantasy
No, I refuse to believe that it's trickery
that it's only a figment of my imagination
because I want to surrender and tell you…

I'm a virgin again…

June 03, 2008

The Stage

slowly sweeping the face of the sky
counting the stars, one by one
the moon seems sleepy in the sweet caress of heaven
while my pen quickly loses its pace
the clock in my room keeps its steady ticks
like an invisible poet reading tedious verses
leaving me startled for long time, unable to find words
only sighing and nodding every once in a while
pretending to understand…

I move my fingers above my head
making illustrious dance arrangements
as if I could hear angelic music faintly playing
the curtain opens and the stage is suddenly mine
a heartrending tale is about to be told
from a hidden corner of this lousy life
how can I silence this soul?
make it sit nicely and properly sing a song
voicing tender sounds of the heart
interpreting each written fate on my hand
how can I silence this soul?

unseen tears stream into a pond of sorrow
flowing into misery
then embraced in mournful haze
forcing me to contemplate…
feeling the urge to burn every wound
would it heal?
I contemplate…

it must heal…
it must heal…
I’m convinced
otherwise,
darken the stage
close the curtain

and end this story…

[some FEELINGS sink SO DEEP into the heart that ONLY LONELINESS can help you find them again. some TRUTHS about yourself are SO PAINFUL that ONLY SHAME can help you live with them. and some THINGS are just SO SAD that ONLY YOUR SOUL can do the crying for you.]

June 02, 2008

MANUSIA

[Pemerintah akhirnya menaikkan harga tiga jenis bahan bakar minyak bersubsidi (premium, solar, dan minyak tanah) masing-masing sebesar 33,3 persen, 27,9 persen, dan 25,0 persen per tanggal 24 Mei 2008. – kutipan dari Kompas Online]

Tulisan ini kugoreskan pada hari ketiga sejak harga BBM naik. Siang, 26 Mei 2008. Waktu menunjukkan pukul 12 siang. Aku dan teman-teman kantor duduk bersama di area makan outdoor di halaman belakang kantor kami yang asri dipenuhi pepohonan. Sebuah kolam renang besar terhampar di sudutnya, sangat menyejukkan mata. Aku pun mulai menyantap seporsi empek-empek Palembang yang kubeli di pojok Jalan Pejaten Barat. Rasanya biasa saja, tapi lumayan segar di tengah panas siang hari ini.

Obrolan siang ini dimulai dengan sepotong komentar kaget dari seorang temanku yang duduk persis di seberang aku, “Lho? Kok dikit banget sih gado-gadonya?” Kenaikan BBM telah membawa dampak nyata. Dengan harga yang tetap sama, porsi gado-gado tambah sedikit, setengah dari biasanya. Sebuah kiat para penjual dalam menghadapi berbagai kenaikan harga akibat melonjaknya BBM.

Beberapa teman yang lain pun mulai menanggapi dengan cerita-cerita senada. Dari seikat sayur di pasar yang harganya belum naik, tapi ikatannya jadi tipis, tidak setebal biasanya. Hingga kenek-kenek angkutan umum yang hanya berani menagih ongkos baru yang lebih mahal pada para penumpang wanita saja, karena semua penumpang pria sudah memasang muka "siap tempur" sebelum ditagih.

Para pedagang dan pengusaha kecil memang dituntut makin kreatif menghadapi hidup yang kian berat. Namun haruskah kita mengorbankan etika, cinta kasih dan akal sehat, demi mencari nafkah? Inikah manusia?

Pertanyaan ini tak ayal terlontar dari benakku saat cerita-cerita di meja makan kami berlanjut. Dari sekedar keluhan, pembicaraan menghangat ke kisah-kisah “horor”. Aku bilang horor karena sudah sepantasnya cerita-cerita seperti ini hanya ada di film horor, bukan di kehidupan yang sebenarnya. Silahkan simak cerita-cerita beberapa rekan kerjaku.

Beberapa pedagang makanan ternyata lebih dari sekedar kreatif. Setelah hangatnya isu makanan berformalin, para pedagang tidak kehabisan akal. Tukang gorengan misalnya, kini banyak dari mereka yang turut "menggoreng" kantong plastik bekas tempat minyak gorengnya. Jadilah minyak goreng tersebut bercampur dengan plastik yang telah meleleh. Barulah setelah itu, adonan gorengan dimasukkan. Hasilnya adalah beragam gorengan lezat yang tetap crispy meski telah teronggok seharian. Itulah yang kita makan. Ramuan gorengan renyah dan garing yang bercampur plastik.

Ada juga penjual ayam potong yang sudah diberi bumbu kuning. Ibuku biasanya senang membeli ayam seperti ini, karena tinggal digoreng setibanya di rumah. Rasanya pun enak. Ternyata para penjualnya kini sering mencampur potongan ayam yang telah bau dan basi, dengan potongan ayam baru. Bumbu-bumbu fresh dari potongan ayam yang baru dapat menyamarkan bau daging ayam lainnya yang telah basi. Apakah ayam goreng bumbu kuning yang kita nikmati di rumah basi atau baru? Hanya Tuhan yang tahu.

Soal formalin, masih banyak penjual yang menggunakannya meski tahu resikonya jika ketahuan. Itu sebabnya, jika belanja di pasar tradisional, seringkali kita bisa melihat tumpukan ikan asin yang tidak dikerubungi lalat. Ikan asin seperti ini jelas sudah dilapisi formalin. Lalat saja tidak sudi menyentuhnya, bagaimana dengan manusia seperti kita?

Contohnya banyak lagi. Pembicaran di siang yang panas ini tambah panas. Aku memilih untuk menyingkir, sebelum kepalaku meledak karena emosi dan hatiku tambah terluka karena kecewa. Sangat sulit untuk percaya pada sesama manusia belakangan ini. Sepertinya, mereka jahat semua. Jahat sekali. Tak punya hati. Bahkan untuk sekedar mengisi perut pun, kini kita harus berpikir berkali-kali. Amankah yang kita masukkan ke mulut hari ini? Betapa teganya! Betapa jahatnya! Inikah manusia?

Meski kenaikan BBM juga membawa dampak bagiku, namun aku sadar, bahwa aku tetap jauh lebih beruntung dari kebanyakan orang. Karena itu, aku tak keberatan membayar lebih untuk sepiring jajanan. Kalaupun porsinya kurang, aku bahkan tak keberatan membeli dua porsi sekaligus. Namun aku sangat keberatan jika makanan yang aku santap ternyata bisa membahayakan kesehatan, membawa berbagai penyakit dan bahkan kematian.

Manusia. Makhluk yang paling sempurna. BOHONG! Di manakah kesempurnaan itu? Wajah-wajah yang kulihat sepanjang hari ini mendadak jadi menyeramkan. Berusaha kutebak mana yang manusia, mana yang bukan. Sepertinya tidak ada. Hampir semua, hampir semua, hanyalah jasad tanpa jiwa. Apapun dilakukannya untuk bertahan hidup, termasuk membunuh makhluk-makhluk lainnya. Padahal hidup itu sendiri sudah tak ada lagi. Manusia… sudah mati…