Pertanyaan ini selalu dan sangat mengganggu gw: KENAPA SIH MANUSIA SENENG BANGET NYIKSA BINATANG FOR OUR OWN ENTERTAINMENT???
Di jalan otw ke PIM hari ini, again, gw ngeliat seekor monyet di pinggir jalan. Berkemeja warna kelabu, tanpa celana, sedang naik sepeda mungil yang dibuatkan khusus untuknya. Di lehernya, seutas rantai membelit dan ujung rantai tersebut dipegang erat oleh seorang manusia yang duduk santai sambil memainkan musik asal-asalan berbekal sebuah rebana. Anak-anak kecil pun mengerubung. Senyum ceria dan tawa geli menghiasi wajah-wajah lugu mereka setiap kali si monyet menari-nari atau dengan terampil bolak-balik naik sepeda. Tapi gw… gw pengen nangis… gw pengen teriak… gw pengen ikat itu manusia dengan rantai dan membuat dia menari-nari sambil naik sepeda! See whether he likes it…
Ah… Lingkaran setan yang tidak juga terputus. Begitu jelas bahwa kemajuan teknologi, gaya hidup modern dan beragam kecanggihan yang telah kita capai, sama sekali tidak berdampak pada pola pikir dan cara pandang. Dan anak-anak kecil itu, generasi penerus kita, kembali kita ajarkan hal yang itu-itu juga. Tidak ada yang berubah. Pendidikan kita tidak menyentuh hati nurani dan budi pekerti. Pelajaran agama di sekolah hanya sebatas menghapal dan menunaikan sejumlah ritual. Tak ada artinya. Manusia tetap saja tidak mampu melihat binatang dan tumbuhan lebih dari sekedar sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan.
Tidakkah cukup bahwa habitat mereka makin hari makin berkurang untuk kepentingan kita? Untuk perumahan, untuk lahan pertanian dan perkebunan, untuk infrastruktur, untuk industri, untuk pembangunan. Mereka harus mengalah terus. Dan pada saat mereka turun ke desa-desa dan bahkan kota-kota untuk mencari makan di “habitat” kita, dan bahkan kadang juga memakan kita, karena sumber makanan mereka yang makin sedikit di habitat yang makin sempit… kita malah menyalahkan mereka, memburu dan membunuh mereka dengan penuh dendam. Mana hati nurani itu? Mana budi pekerti itu? Apakah semua ajaran itu hanya ditujukan untuk sesama manusia saja? Bukankah semua kitab suci dan berbagai kearifan masa lalu justru mengajarkan kita untuk menghormati dan mencintai segenap makhluk hidup di semesta alam ini? Itu berarti termasuk binatang dan tumbuhan, baik di daratan maupun di lautan!
Dan ini yang paling penting untuk diingat: MEREKA BUKAN SUMBER HIBURAN! Bahkan kalaupun beberapa spesies (gw tekankan: BEBERAPA, bukan SEMUA), mereka harus dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan semua makhluk hidup, bukan semata untuk kesejahteraan kita, apalagi untuk kesenangan belaka. Karena semua makhluk hidup yang ada di planet ini adalah amanah. Bagi yang mengaku beragama, pasti tahu hal ini, tapi tidak pernah peduli. Kesejahteraan dan kelestarian mereka adalah tanggung-jawab kita sebagai penjaga planet ini... the stewards of the Earth... That's who we're supposed to be!
Bangsa ini… entah bagaimana menyadarkannya… Bukan hanya topeng monyet yang kita nikmati di negara ini sebagai pelipur lara dan pengundang tawa sementara. Kita punya begitu banyak kebiasaan, tradisi, adat dan bahkan ritual-ritual yang dihubungkan dengan agama-agama tertentu, yang menggunakan binatang-binatang tak berdaya ini sebagai “alatnya”. Sebut saja lomba karapan sapi di Madura, persembahan penyu hijau yang dikaitkan dengan ritual agama Hindu Bali, sabung ayam di berbagai tempat di pulau Jawa dan Sumatera, sampai sabung ikan cupang yang sering dimainkan anak-anak SD di seantero Nusantara. Masyarakat Manado bahkan dengan bangga menyatakan diri sebagai “pemakan segala”… dari mulai tikus putih, kelelawar, anjing, kucing, hingga ular berbisa. Pasar-pasar yang menjual beragam daging binatang di Manado kini sering disebut-sebut sebagai salah satu atraksi wisata di sana. Mana hati nurani? Mana budi pekerti? Mana manusia sejati?
Tidak ada.
Sampai pegel kepala gw nengok kesana kemari, GAK ADA.
Tidak lagi bisa ditemui spesies “unggulan” yang bernama manusia. Spesies yang telah diciptakan Tuhan begitu sempurna, telah menyia-nyiakan kesempurnaan itu dengan suksesnya. Akal yang cemerlang dan hati yang suci tidak pernah lagi digunakan secara berbarengan. Gak sinkron! Gak connect! Masing-masing digunakan sendiri-sendiri sehingga tidak pernah menghasilkan kearifan dan kemuliaan abadi yang direncanakan Tuhan untuk manusia. Yang lebih parah lagi, belakangan ini, manusia bahkan sering tidak menggunakan hatinya. Mereka hanya menggunakan akal semata, untuk keinginan dan kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Dan binatang, tumbuhan, alam, harus mengalah... lagi...
Tapi mengalah bukan berarti kalah. Alam kini sedang menyusun strategi. Pembalasan alam sudah mulai berdatangan satu per satu. Tsunami, longsor, banjir, climate change, global warming, anak kecil tewas dimakan Komodo, petani Sumatera mati mengenaskan atau luka-luka parah diserang harimau, dan masih banyak lagi. Ini belum seberapa. Alam baru ngomel-ngomel aja nih... belum benar-benar balas dendam...
Percayalah... suatu hari nanti... kita pun akan punah, sama seperti dinosaurus. Bukan karena hal ini sudah tertulis di kitab-kitab suci... melainkan karena keserakahan, kebodohan, ketidak-pedulian kita sendiri... Kiamat adalah hasil karya kita. Bukan hasil karya Tuhan. When nature fights back, when nature declares war on us... trust me... you'd be wishing that you're dead already... Kiamat only applies to us, guys! Coz when we're all gone, the planet WILL live on.
Dan gw yakin, pada saat itu, gantian segenap flora dan fauna akan mentertawakan kita, menjadikan kita sebagai sumber hiburannya!
God help us and have mercy on our lost souls…